BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kabupaten
Magetan merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang berada di
atas kaki Gunung Lawu, dengan ibukotanya Magetan. Dengan tinggi 3.265 m di atas
permukaan laut, Gunung Lawu memiliki panorama alam yang indah dan menakjubkan, gunung ini terdapat di bagian
barat dari Kabupaten Magetan, yaitu berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah. Di
daerah pegunungan ini terdapat suatu telaga yang diberi nama Sarangan, telaga
ini berdiri diatas 1000 m dpl dari permukaan air laut, menjadi salah satu
tempat tujuan wisata andalan yang dimiliki Kabupaten Magetan, yakni berada di
jalur wisata Magetan-Sarangan-Tawangmangu-Karanganyar.
Kabupaten
Magetan terletak di antara 7 38’ 30” Lintang selatan dan 111 20’ 30” Bujur
Timur, batas fisik Kabupaten Magetan adalah :
Di
sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Ngawi
Di
sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Madiun dan Kotamadya Madiun
Di
sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Wonogiri
(Jawa Tengah)
Di
sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar(Jawa Tengah)
Luas
Kabupaten Magetan adalah 688.85 km² atau 1,48 persen dari total luas wilayah
Provinsi Jawa Timur, yang terdiri dari 19 wilayah Kecamatan, 235 desa, 27
kelurahan, 822 Dusun/ Lingkungan, dan 4575 Rukun Tetangga.3 dengan topografi
wilayah sebagian besar berada di dataran yaitu sebanyak 187 desa/kelurahan dan
48 desa/kelurahan di lereng pegunungan. Tinggi rata-rata wilayah Kabupaten
Magetan 394 m diatas permukaan laut, tertinggi nomor empat diantara
kabupaten/kota di Jawa Timur. [1]
Suhu
udara berkisar antara 16 – 20 C di dataran tinggi dan antara 22 – 26 C di
dataran rendah. Curah hujan rata-rata mencapai 2500 – 3000 mm di dataran tinggi
dan di dataran rendah antara 1300 – 1600 mm. Rata-rata curah hujan per bulan
tertinggi tercatat 487 mm pada bulan Maret dan hari hujan sebanyak 305 hari
pada tahun 2010.
Bandara
yang ada di Kabupaten Magetan diberi nama Iswahyudi, dan Iswahyudi ini
merupakan Pangkalan Utama Angkatan Udara Republik Indonesia di kawasan
Indonesia bagian timur, tepatnya terletak di kecamatan Maospati.
Jalan
Propinsi yang melintasi Kabupaten Magetan adalah jalan raya
Surabaya-Madiun-Yogyakarta. Di Kabupaten Magetan Ada satu Stasiun kereta api
yang menjadi salah satu stasiun penghubung Propinsi Jawa Timur ke Jawa Tengah,
yaitu Stasiun Barat yang terletak di Kecamatan
Barat.
Magetan
merupakan kota Kabupaten yang menjadi salah satu bagian dari Propinsi Jawa
Timur yang ada di bagian barat daya berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa
Tengah atau lebih tepatnya dengan Kabupaten Karanganyar. Menarik untuk
dicermati karena di Kabupaten ini memiliki banyak hal yang bisa diulas, salah
satunya adalah acara adat yang dimilikinya yaitu Peringatan Hari Ulang Tahun
Berdirinya Kota Magetan yang disajikan kedalam calender of event Kabupaten
Magetan . Namun sebagian besar dari masyarakat yang tinggal di wilayah timur
Kabupaten Magetan belum banyak yang mengetahui adanya acara tersebut. Mereka
khususnya golongan masyarakat yang masih muda tidak mengetahui atau bahkan
mungkin tidak peduli lagi pada tradisi yang terdapat di Kabupaten Magetan.
Bahkan bisa dikatakan bahwa mereka cenderung asyik mempelajari dan
mengembangkan tradisi yang berbau mancanegara dan cenderung ogah-ogahan
melestarikan tradisi dalam negeri sendiri. Hal ini membawa kita pada pemikiran,
bahwa mereka sudah tidak begitu memikirkan rasa memiliki dan rasa nasionalisme
kepada budaya Indonesia khususnya budaya lokal maupun daerah.
Berpijak
pada beberapa hal yang ada di atas, yaitu tentang rendahnya kesadaran
nasionalisme generasi muda terhadap sejarah lokal daerahnya maka penulisan ini dapat dinyatakan dalam
judul “Sejarah Berdirinya Kabupaten Magetan Untuk Membangun Nasionalisme
Bangsa”
B. RUMUSAN MASALAH
Bertolak pada latar belakang yang diulas di atas,
maka rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut :
Bagaimanakah
sejarah berdirinya Kabupaten Magetan?
Bagaimanakah
nilai-nilai yang terkandung dalam Sejarah Berdirinya Kabupaten Magetan?
Bagaimanakah
peranan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan rasa nasionalisme di Kabupaten
Magetan
C. TUJUAN PENULISAN
Untuk
mengetahui secara umum sejarah berdirinya Kabupaten Magetan
Sebagai
usaha untuk melestarikan budaya penulisan sejarah lokal di Indonesia khususnya
di Kabupaten Magetan
Sebagai
usaha untuk meningkatkan nasionalisme kepada masyarakat khususnya generasi muda
terhadap budaya lokal
D. MANFAAT PENULISAN
Bagi
Penulis :
Untuk
menambah wawasan dan pemahaman penulis tentang Sejarah Berdirinya Kabupaten
Magetan sebagai sarana penumbuh rasa nasionalisme serta sebagai strategi untuk
melestarikan sejarah lokal di Kabupaten Magetan.
Sebagai
wahana yang dapat mengembangkan potensi penulis dalam berpikir dan
mengembangkan diri dalam bentuk karya ilmiah
Bagi
Civitas Akademika Prodi Pascasarjana Pendidikan Sejarah
Menambah
wawasan sumber informasi yang dapat dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut
Untuk
menambah dan melengkapi studi sejarah lokal yang dapat digunakan oleh peneliti
yang akan datang sebagai bahan rujukan/ acuan untuk menemukan masalah sekaligus
sebagai data komparatif bagi peneliti
Bagi
Pemerintah Daerah Kabupaten Magetan
Sebagai
wahana yang dapat dijadikan untuk melestarikan budaya penulisan sejarah lokal
di Kabupaten Magetan
Sebagai
salah satu sarana yang dapat dijadikan untuk memacu potensi pariwisata di
Kabupaten Magetan
Sebagai
bahan yang dapat dijadikan untuk rujukan/ acuan dalam pengambilan keputusan di
tingkat Pemerintah Daerah.
Bagi
Generasi Muda
Meningkatkan
harkat dan martabat Indonesia
Memperkuat
jati diri dan kepribadian bangsa
Menumbuhkan
kemampuan generasi muda untuk memahami dan mengamalkan nilai-nilai budaya
daerah yang luhur dan beradab
Menangkal
pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya bangsa
Mencegah
sikap feodal, sikap eksklusif dan paham kedaerahan yang sempit
Bagi
Masyarakat Magetan
Untuk
menambah informasi mengenai sejarah lokal Kabupaten Magetan dan dapat digunakan
sebagai usaha untuk melestarikan budaya lokal dalam usaha mengembangkan rasa
nasionalisme bangsa.
BAB
II
TELAAH
PUSTAKA
v BUKTI-BUKTI PENINGGALAN SEJARAH KABUPATEN
MAGETAN
Di
tengah arus globalisasi budaya dan universalisasi nilai-nilai, adalah suatu
keharusan bila sejarawan menyumbangkan ilmunya kepada bangsanya dalam usaha
mengenal diri sendiri agar supaya rekayasa masa depan tetap berpijak pada jati
diri bangsa. Dalam kaitan inilah sejarah kebudayaan mempunyai peranan yang
sangat penting, karena hanya dengan melihat ke masa lalu kita akan dapat
membangun masa depan dengan lebih baik. Selebihnya, sejarah juga menawarkan
cara pandang yang kritis mengenai masa lalu, sehingga kita tidak akan terjebak
pada archaisme dan makronisme, sekalipun kita berpijak pada jati diri yang
terbentuk di masa lampau sejarah kita.[2]
Sejarah
lokal adalah sejarah yang menggarap suatu ruang tertentu dengan berdasarkan
keunikan masyarakat yang telah mempunyai kelampauan bersama, seperti pada
masyarakat suku-suku bangsa. Pada dasarnya ruang atau spasial sejarah lokal
ditetapkan sendiri oleh sejarawan itu sendiri.[3] Rekonstruksi sejarah pada
hakekatnya sebagai upaya menyusun kembali kesatuan sejarah yang utuh dan
koheren yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.[4]
Tak
pernah ada satu literatur pun yang secara khusus menyebutkan tentang riwayat
kehidupan Adipati Yosonegoro dan status Kadipaten Magetan. Maka tak
mengherankan jika banyak dijumpai kesimpangsiuran mengenai, kejadian dan
perkiraan menyangkut waktu.
Penampilan
kesejarahan Kabupaten Magetan yang menjadi pusat pemerintahan selama ini jarang
dikenal masyarakat di luar kota Magetan.
Sebagai
bentuk upaya pelurusan terhadap cerita yang selama ini justru dibumbui klenik
dan menjadikannya justru berkembang menjadi mitos.
Melakukan
perlawanan terhadap upaya distorsi atau pendangkalan tafsir, dengan membedah
cerita untuk menemukan ide dan gagasan dasar yang menjadi motif perlawanan
Adipati Yosonegoro terhadap kolonialisme.
Sebagai
upaya untuk memperbaharui interpretasi.
Pemakaian
istilah sejarah daerah dan sejarah regional cenderung bersifat bias, maka perlu
diciptakan istilah yang bersifat netral dan tunggal.[5] Pengertian lokal tidak
berbelit-belit seperti daerah atau regional. Istilah lokal mempunyai arti suatu
tempat atau ruang sehingga sejarah lokal menyangkut lokalitas tertentu yang
disepakati oleh para penulis sejarah, atau sejarawan dengan alasan-alasan
ilmiah misalnya suatu ruang tempat.[6]
Magetan
dengan condro sengkolo “MANUNGGALING ROSO SUKO HAMBANGUN”, atau sejak 12
Oktober 1657 dibentuk sebagai kabupaten
(regenshcaphen) dengan Yosonegoro (Basah Gondokusumo) sebagai Bupati pertama.
Sejarah
Kabupaten Magetan menunjukan keterkaitan
antara client (lokal) dengan patron kerajaan Mataram, hal ini disebabkan karena
Bupati pertama Magetan yang dijabat oleh Yosonegoro (Basah Gondokusumo) adalah
kerabat keraton Mataram. Pada masa tersebut Magetan tumbuh sebagai bagian dari
daerah mancanegara Mataram.
Pesisir
Mancanegoro
Negara
Gung ( Wilayah di luar tembok istana)
Keraton
Dalam
kehidupan sosial dan budaya, melalui tulisannya banyak ahli sejarah
menyebut-nyebut Magetan. Demikian pula dalam kenyataanya, di Magetan tidak
sedikit dijumpai peninggalan-peninggalan pada jaman dahulu kala, misalnya di
desa Kepolorejo Kecamatan Kota Magetan, di desa Cepoko Kecamatan Panekan. Di
makam Sonokeling desa Kepolorejo Kecamatan Kota Magetan terdapat sebuah makam
yang membujur kearah utara selatan. Batu nisan sebelah berukuran lebar 34 cm,
tebal 26 cm, tinggi 66 cm yang bahannya terbuat dari batu andezit dimana bentuk
tulisannya diperkirakan berasal dari sekitar abad 9. Di dukuh Sadon desa Cepoko
kecamatan Panekan terdapat Kalamakara dengan reruntuhan batu lainnya yang
bahannya juga dari batu andezit. Berdasarkan hal tersebut terdapat kemungkinan
dipersiapkannya pendirian bangunan candi. Pada reruntuhan batu yang terletak
dibawah makara terdapat tulisan yang tidak terbaca karena sudah rusak, dari
bentuk tulisannya dapat diperkirakan bahwa peninggalan tersebut dari jaman
Erlangga (Kediri). Reruntuhan tersebut oleh masyarakat sekitar dikenal dengan
nama Dadung Awuk. Ditempat lain juga terdapat peninggalan-peninggalan yang lain
seperti di puncak gunung Lawu wilayah kabupaten Magetan yaitu peninggalan yang
berbentuk Pawon Sewu (candi pawon) atau punden berundak yang diperkirakan
sebagai hasil budaya jaman Majapahit. Demikian juga di lereng gunung Lawu terdapat
peninggalan candi Sukuh dan candi Ceto. Adanya peninggalan-peninggalan tersebut
sesuai dengan perkembangan di akhir kerajaan Majapahit, dimana waktu itu banyak
rakyat dan kalangan keraton yang meninggalkan pusat kerajaan dan pergi ke
gunung-gunung dalam usaha mempertahankan kebudayaan dan agama Hindu termasuk
gunung Lawu kabupaten Magetan.
Hal
ini telah disebut pula dalam Babad Demak antara lain sebagai berikut : bahwa
pangeran Gugur putera Brawijaya Pamungkas yang oleh masyarakat Magetan disebut
sunan Lawu, bermukim diwilayah gunung Lawu yang batasnya sebelah selatan
Pacitan, sebelah timur bengawan Magetan dan sebelah utara bengawan (Solo,
Ngawi, Bojonegoro).
Dalam
babad Tanah Jawi terdapat bait-bait sebagai berikut :
Pupuh
3 :
Anging
arine raneki
Sang
dipati tan purun ngalihno
Dene
patedan Sang Raji
Pandji
sureng raneku
Duk
sang nata aneng samawis
Mangkana
Kartojudo
Ing
raka tinuduh
Anggetjah
mantjanegoro ponorogo, madiun lan saesragi
Kaduwang
ka magetan
Pupuh
5 :
Saking
nagari ing Surawesti
Wus
sijaga sedja magut ing prang
Mring
demang Kartojudone
Ing
pranaraga ngumpul
Ka
Magetan kaduwung sami
Tuwin
ing Jagaraga
Pepak
neng Madiun
Sampun
ageng barisira
Sira
demang Kartojudo budal saking
Caruban
saha bala
Pupuh
8 :
Sira
demang Kartojudo aglis
Budal
saking Madiun negara
Mring
Jagaraga kersane
Dene
ingkang tinuduh
Mring
kaduwang mantri kekalih
Ngabehi
Tambakbojo
Lawan
Wirantanu
Angirid
prajurit samas
Mantri
kalih ing kaduwang sampun prapti
Mandek
barisira
Pupuh
9 :
Nahan
gantija kawuwusa
Sri
Narendra gja wagunen ing galih
Denja
mijarsa warta
………………………………………………..
Pupuh
10 :
Pambalike
wong Mantjanegoro
Geger
tepis iring Kartosuro[7]
……………………………………………………
Dari
tulisan tersebut diatas yang teruntai dalam bentuk tembang Dandang Gulo dapat
diambil kesimpulan bahwa :
Pertama
: Magetan benar-benar merupakan
daerah Mancanegara Mataram
(daerah
takluk kerajaan Mataram)
Kedua
: Magetan adalah tempat berkumpulnya
prajurit Manconegoro untuk menyerang pusat pemerintahan Mataram yang pada saat
itu berada dibawah pengaruh kekuasaan Belanda
Ketiga
: Kekacauan terus menerus yang
dialami oleh pusat pemerintahan
Kerajaan
Mataram yang lazim disebut sebagai perang mahkota (didalangi oleh kompeni
belanda) maka Magetan sebagai daerah mancanegoro mendapat pengaruh langsung
dari perang mahkota itu. Akibat perang tersebut banyak leluhur Mataram yang
wafat dan dimakamkan di daerah Magetan.[8]
Masalah
pokok historiografi Indonesia adalah menemukan titik temu antara berbagai
sejarah lokal dari bangsa Indonesia dengan sejarah kolonial dan menentukan
bagaimana cara mempersatukannya.[9]
Dengan
data-data tersebut diatas penting sekali bahwa warisan-warisan leluhur dan
latar belakang sejarah Kabupaten Magetan itu terus dipepetri sehingga tetap
mempunyai nilai, arti dan jiwa pendorong semangat demi suksesnya pembangunan
yang semakin berkembang.
v NILAI-NILAI KARAKTER
Nilai-Nilai
Karakter yang Diharapkan Berkembang[10]
No.
Nilai
Deskripsi
Perilaku
1.
Religius
Sikap
dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
lain.
2.
Jujur
Perilaku
yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan
3.
Toleransi
Sikap
dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan
tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4.
Disiplin
Tindakan
yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan
5.
Kerja
keras
Perilaku
yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar
dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6.
Kreatif
Berpikir
dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang
telah dimiliki
7.
Mandiri
Sikap
dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas.
8.
Demokratis
Cara
berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya
dan orang lain.
9.
Rasa
Ingin Tahu
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas
dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10.
Semangat
Kebangsaan
Cara
berpikir, bertindak, berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara
di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11.
Cinta
Tanah Air
Cara
berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik
bangsa
12.
Menghargai
Prestasi
Sikap
dan tindakan yang mendorong dirinya untuk mengahasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
13.
Bersahabat/
Komunikatif
Tindakan
yang memperlihatkan rasa senang bebicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang
lain.
14.
Cinta
Damai
Sikap,
perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas
kehadiran dirinya.
15.
Gemar
Membaca
Kebiasaan
menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
dirinya.
16.
Peduli
Lingkungan
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang
sudah terjadi.
17.
Peduli
Sosial
Sikap
dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat
yang membutuhkan
18.
Tanggungjawab
Sikap
dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas kewajiban yang seharusnya dia
lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), negara dan Tuhan YME.
v Nilai-nilai pendidikan karakter di atas tidak
akan ada artinya bila hanya menjadi tanggungjawab guru semata dalam
menanamkannya kepada siswa. Perlu bantuan dari seluruh komponen masyarakat
untuk mewujudkan terciptanya tatanan komunitas yang dijiwai oleh sebuah sistem
pendidikan berbasis karakter. Masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai pendidikan
karakter akan memiliki spirit dan disiplin dalam tanggungkawab, kebersamaan,
keterbukaan, kejujuran, semangat hidup, sosial, menghargai orang lain, serta
persatuan dan kesatuan.[11]
v Jika pendidikan karakter ditanamkan secara
terus menerus, pendidikan karakter tersebut akan menjadi kebiasaan bagi siswa.
Orang-orang yang berhasil dalam hidup dan kariernya pada umumnya memiliki sikap
konsistensi tinggi dalam memegang niali-nilai yang dianutnya. Nilai-nilai itu
menjadi penting sebagai bagian usaha untuk mewujudkan masyarakat global yang
berkeadaban.
v NASIONALISME
Pengertian
Nasionalisme :
Secara
etimologis, nasionalisme berasal dari kata “Nation” dan “Isme” yaitu paham
kebangsaan yang mengandung makna, kesadaran dan semangat cinta tanah air, memiliki
kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa, memiliki rasa
solidaritas terhadap sesama manusia.
Menurut
Ensiklopedia Indonesia : Nasionalisme adalah sikap politik dan sosial dari
sekelompok bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, bahasa, dan wilayah serta
kesamaan cita-cita dan tujuan dengan meletakan kesetiaan yang mendalam terhadap
kelompok bangsanya.
Menurut Louis Snyder
Nasionalisme
merupakan campuran dari gagasan yang mengandung faktor-faktor politik, ekonomi,
sosial dan budaya sehingga menyatu pada taraf tertentu dalam suatu kurun
sejarah.
2. Menurut Hans Kohn,
Nasionalisme
secara fundamental timbul dari adanya National Counciousness. Dengan perkataan
lain nasionalisme adalah formalisasi (bentuk) dan rasionalisasi dari kesadaran
nasional berbangsa dan bernegara sendiri. Dan kesadaran nasional inilah yang
membentuk nation dalam arti politik, yaitu negara nasional.
3. Menurut L. Stoddard
Nasionalisme
adalah suatu kepercayaan yang dimiliki oleh sebagian terbesar individu di mana
mereka menyatakan rasa kebangsaan sebagai perasaan memiliki secara bersama di
dalam suatu bangsa.
5. Menurut Dr. Hertz
Dalam
bukunya yang berjudul Nationality in History and Politics mengemukakan empat
unsur nasionalisme, yaitu:
a. Hasrat untuk mencapai kesatuan.
b. Hasrat untuk mencapai kemerdekaan.
c. Hasrat untuk mencapai keaslian.
d. Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa.
6. Prof. Dr. M. Dimyati Hartono, SH
Nasionalisme
merupakan rasa kecintaan terhadap negaranya yang tidak dapat dilepaskan dari
rasa Patriotisme
7. Menurut Otto Bouer
Paham
nasionalisme muncul oleh adanya persamaan sikap dan tingkah laku dalam
memperjuangkan nasib yang sama.[12]
Aspek
mendasar timbulnya nasionalisme adalah aspek sejarah. Melalui aspek sejarah
biasanya suatu bangsa memiliki rasa senasib sepenanggungan serta harapan untuk
menggapai masa depan yang lebih baik. Dengan demikian nasionalisme adalah sikap
politik dan sikap sosial suatu kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan
budaya, wilayah, tujuan dan cita-cita.
Nasionalisme
sebagai suatu peristiwa sejarah, selalu bersifat kontekstual (artinya meruang
dan mewaktu), sehingga nasionalisme di suatu daerah dengan daerah lain atau
antar zaman tidaklah sama. Misalnya saja bagi negara yang sudah lama merdeka,
nasionalisme dapat mengarah pada imperialisme. Biasanya nasionalismenya
bersifat konservatif. Bagi negara semacam ini akan mempersulit timbulnya
nasionalisme di daerah-daerah jajahannya. Sedangkan bagi negara yang masih
terbelenggu imperialisme dijajah nasionalisme bersifat revolusioner dan
progresif. Dengan demikian nasionalisme sarat dengan kepentingan suatu bangsa.
Tumbuh dan berkembangnya nasionalisme sangat dipengaruhi oleh nasionalisme yang
dianut kelompok dominan suatu bangsa.
Nasionalisme
dapat juga diartikan sebagai paham yang menciptakan dan mempertahankan
kedaulatan negara (Nation) dengan mewujudkan suatu konsep identitas bersama
untuk sekelompok manusia. Bertolak dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa nasionalisme adalah paham yang meletakan kesetiaan tertinggi individu
yang harus diberikan kepada negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa individu
sebagai warga negara memiliki suatu sikap atau perbuatan untuk mencurahkan
segala tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan, dan tegaknya kedaulatan
negara dan bangsa.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. SEJARAH BERDIRINYA KABUPATEN MAGETAN
Seajarah
adalah kajian tentang kegiatan-kegiatan manusia yang merupakan manifestasi dari
pikiran, perasaan manusia dan perbuatannya pada masa lalu. Dengan demikian
manusia menjadi faktor dan pemegang peran utama. Manusia bertanggungjawab atas
kesinambungan dan perubahan sejarah. Manusia menentukan jalannya
peristiwa-peristiwa. Akan tetapi selain menentukan dengan adanya tenaga dan
kemauan yang ada dalam dirinya, manusia juga ditentukan oleh tenaga-tenaga yang
berada di luar dirinya.[13]
Pada
buku sejarah Kabupaten Magetan telah disebutkan, bahwa kita tidak mungkin
mengungkapkan sejarah Magetan tanpa mengemukakan masalah kerajaan terdekat yang
berkuasa serta masalah-masalah VOC atau kompeni Belanda.
Wafatnya
Sultan Agung Hanyokrokusumo pada tahun 1645 M merupakan tonggak sejarah mulai
surutnya kejayaan Kerajaan Mataram. Beliau sangat gigih melawan VOC, sedangkan
penggantinya ialah Sultan Amangkurat I yang menduduki tahta kerajaan Mataram
pada tahun 1646-1677 sikapnya lemah terhadap VOC atau Kompeni Belanda. Pada
tahun 1646, Sultan Amangkurat I mengadakan perjanjian dengan VOC, sehingga
pengaruh VOC dapat memperkuat diri karena bebas dari serangan Mataram, bahkan
pengaruh VOC dapat leluasa masuk ke Mataram. Kerajaan Mataram makin menjadi
lemah pelayaran perdagangan makin dibatasi, antara lain perdagangan makin
dibatasi, antara lain tidak boleh berdagang ke Pulau Banda, Ambon, dan Ternate.
Peristiwa di atas menyebabkan tumbuhnya tanggapan yang negatif terhadap Sultan
Amangkurat I di kalangan keraton, terlebih lagi pihak oposisi, termasuk
putranya sendiri yaitu Adipati Anom yang kelak bergelar Amangkurat II.
Kejadian-kejadian
di pusat Pemerintahan Mataram selalu diikuti dengan seksama oleh Daerah
Mancanegara, sehingga pangeran Giri yang sangat berpegaruh di daerah pesisir
utara Pulau Jawa mulai bersiap-siap melepaskan diri dari kekuasaan Mataram.
Pada masa itu seorang pangeran dari Madura yang bernama Trunojoyo sangat kecewa
terhadap pamannya yang bernama Pangeran Cakraningrat II karena beliau terlalu
mengabaikan Madura dan hanya bersenang-senang saja di pusat Pemerintahan
Mataram. Trunojoyo melancarkan pemberontakan kepada Mataram pada tahun 1647(MC.
Ricklefs : 1990, 24). Pemberontakan itu didukung oleh orang-orang dari Makasar
seperti Kraeng Galengsung dan Montemeramo. Dalam suasana seperti itu kerabat
Keraton Mataram yang bernama Basah Bibit atau Basah Gondokusumoo dan Patih
Mataram yang bernama Nrang Kusumo dituduh bersekutu dengan para ulama yang
beroposisi dengan menentang kebijaksanaan Sultan Amangkurat I. Atas tuduhan ini
Basah Gondokusumo diasingkan ke Gedong Kuning Semarang selama 40 hari, di
tempat kediaman kakek beliau yang bernama Basah Suryaningrat. Patih Nrang
Kusumo meletakan jabatan dan kemudian pergi bertapa ke daerah sebelah timur
Gunung Lawu. Beliau digantikan oleh adiknya yang bernama Pangeran Nrang Boyo
II. Keduanya ini putra Patih Nrang Boyo (Kanjeng Gusti Susushunan Giri IV
Mataram). Di dalam pengasingan ini Basah Gondokusumo mendapat nasehat dari
kakeknya yaitu Basah Suryaningrat, dan kemudian beliau berdua menyingkir ke
daerah sebelah timur Gunung Lawu. Beliau berdua memilih tempat ini karena
menerima berita bahwa di sebelah timur Gunung Lawu sedang diadakan babad hutan
yang diadakan oleh seseorang yang bernama Ki Buyut Suro, yang kemudian bergelar
Ki Ageng Getas. Pelaksanaan babad hutan ini atas dasar perintah Ki Ageng Mageti
sebagai cikal bakal daerah tersebut.
Untuk
mendapatkan sebidang tanah sebagai tempat bermukim di sebelah timur Gunung Lawu
itu, Basah Suryaningrat dan Basah Gondokusumo menemui Ki Ageng Mageti di tempat
kediamannya yaitu di Dukuh Gandong Kidul (Gandong Selatan), tepatnya di sekitar
alun-alun Kota Magetan dengan perantara Ki Ageng Getas. Hasil dari pertemuan
ini, Basah Suryaningrat mendapat sebidang tanah di sebelah utara Sungai Gandong
tepatnya di Kelurahan Tambran Kecamatan Kota Magetan sekarang. Peristiwa ini
terjadi setelah melalui perdebatan yang sengit antara Ki Ageng Mageti dengan
Basah Suryaningrat. Lewat perdebatan ini Ki Ageng Mageti mengetahui, bahwa
Basah Suryaningrat bukan saja kerabat keraton Mataram, melainkan sesepuh
Mataram yang memerlukan pengayoman. Karena itulah akhirnya Ki Ageng Mageti
mempersembahkan seluruh tanah miliknya sebagai bukti kesetiannya kepada
Mataram.
Setelah
Basah Suryaningrat menerima tanah persembahan Ki Ageng Mageti itu sekaligus
beliau mewisuda cucunya yaitu Basah Gondokusumo menjadi penguasa di tempat baru
dengan gelar YOSONEGORO yang kemudian dikenal sebagai Bupati Yosonegoro.
Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 12 Oktober 1675, dengan condro sengkolo
“MANUNGGALING ROSO SUKO HAMBANGUN”. Basah Suryaningrat dan Yosonegoro (Basah
Gondokusumo) merasa sangat besar hatinya, karena disamping telah mendapat
persembahan tanah yang berwujud wilayah yang cukup luas dan strategis, juga
mendapatkan seorang sahabat yang dapat diandalkan kesetiannya, yaitu Ki Ageng Mageti.
Itulah sebabnya tanah baru itu diberi nama :
“MAGETAN”[14]
Daftar
Bupati yang pernah memimpin Kabupaten Magetan adalah :
1.
Raden Tumenggung Yosonegoro(1675 – 1703)
2.
Raden Ronggo Galih Tirtokusumo (1703 – 1709)
3.
Raden Mangunrono(1709 – 1730)
4.
Raden Tumenggung Citrodiwirjo (1730 – 1743)
5.
Raden Arja Sumaningrat(1743 – 1755)
6.
Kanjeng Kyai Adipati Poerwadiningrat (1755 – 1790)
7.
Raden Tumenggung Sosrodipuro(1790 – 1825)
8.
Raden Tumenggung Sosrowinoto (1825 – 1837)
9.
Raden Mas Arja Kartonagoro(1837 – 1852)
10.
Raden Mas Arja Hadipati Surohadiningrat III (1852 – 1887)
11.
Raden M.T. Adiwinoto(1887 – 1912), R.M.T. Kertonegoro (1889)
12.
Raden M.T. Surohadinegoro (1912 – 1938), R.A. Arjohadiwinoto (1919)
13.
Raden Mas Tumenggung Soerjo(1938 – 1943)
14.
Raden Mas Arja Tjokrodiprojo (1943 – 1945)
15.
Dokter Sajidiman(1945 – 1946)
16.
Sudibjo (1946 – 1949)
17.
Raden Kodrat Samadikoen(1949 – 1950)
18.
Mas Soehardjo (1950)
19.
Mas Siraturahmi(1950 – 1952)
20.
M. Machmud Notonindito (1952 – 1960)
21.
Soebandi Sastrosoetomo (1960 – 1965)
22.
Raden Mochamad Dirjowinoto(1965 – 1968)
23.
Boediman (1968 – 1973)
24.
Djajadi(1973 – 1978)
25.
Drs. Bambang Koesbandono (1978 – 1983)
26.
Drg. H.M. Sihabudin (1983 – 1988)
27.
Drs. Soedharmono (1988 – 1998)
28.
Soenarto (1999-2004)
29.
Saleh Mulyono (2004-2009)
30.
H.Soemantri (2009-2013)[15]
STATEGI
PEMDA DALAM MELESTARIKAN SEJARAH LOKAL DI MAGETAN
Dinas
Pariwisata selaku pihak terkait membuat kalender acara (Calendar of Event) yang menjelaskan secara umum kapan
diadakannya peringatan tersebut dalam penanggalan masehi. Disamping itu
kerjasama dengan pihak tour dan travel dalam bentuk promosi pariwisata juga
memudahkan pelancong dari berbagai daerah untuk mengunjungi Magetan. Masalah
sarana jalan yang sulit dijangkau, kini disepanjang jalan menuju Magetan telah
diadakan pelebaran jalan yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi jalan menuju
Magetan. Untuk data khusus bagi peringatan HUT Sejarah berdirinya Kabupaten, Pemerintah Daerah Magetan
seharusnya memang perlu adanya koordinasi dari pihak terkait yaitu Dinas
Pariwisata Kabupaten Magetan, tokoh masyarakat, dan para panitia pengelola
upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan untuk melakukan pendataan
B. NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM
SEJARAH BERDIRINYA KABUPATEN MAGETAN
Nilai
sejarah (The values of history), sebagaimana yang biasa disebutkan dalam salah
satu definisi sejarah, bahwa sejarah adalah studi tentang kehidupan manusia di
dunia yang berhubungan dengan kemajuan, lembaga, budaya, dan peradabannya. Yang
sangat penting adalah orang harus tahu apa yang dikerjakan orang lain. Pada
dasarnya khalayak mengambil pelajaran dari sejarah untuk setuju dan mengkritisi
kebijakan dan keputusan mutakhir, sehingga masyarakat sadar tentang nilai
sejarah. (Suhartono : 2010, 6)[16]
Frank
H. Carver dalam Teori dan Metodologi Sejarah karya Suhartono : 2010, 7
menginstruksikan agar remaja dan generasi muda, terdorong rasa patriotismenya,
menginspirasi hal-hal ambisius, mendisiplinkan memori, membangkitkan imajinasi,
menanamkan penilaian yang baik, mempromosikan toleransi, dan memperkuat
moralitas dan agama.[17]
C. PERANAN PEMDA DALAM MENGEMBANGKAN RASA
NASIONALISME
1. Peranan Sejarah Berdirinya Kabupaten Magetan
terhadap Pengembangan Rasa Nasionalisme
Peringatan
HUT berdirinya Kabupaten Magetan merupakan suatu budaya lokal masyarakat
Magetan dan telah menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun
luar daerah Magetan. Dengan adanya tradisi ini membuat Kabupaten Magetan
dikenal baik di dalam negeri maupun mancanegara. Sayangnya, banyak masyarakat
Kabupaten Magetan yang tinggal di wilayah timur kota Magetan belum mengetahui
kegiatan tersebut. Hal ini sangat memprihatinkan, sebab Peringatan HUT
berdirinya Kabupaten Magetan memiliki arti khusus dan ciri khas Kabupaten
Magetan. Selain itu, daerah lain belum tentu memiliki tradisi spserti itu..
Oleh karena itu, Peringatan HUT
berdirinya Kabupaten Magetan tersebut dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan
dan mengembangkan rasa cinta tanah air (nasionalisme) bagi generasi muda. Serta
kita wajib menjaga dan melestarikan peringatan HUT berdirinya Kabupaten
Magetan.
2. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan
rasa nasionalisme terhadap Peringatan HUT sejarah Berdirinya Kabupaten Magetan
Peringatan
HUT berdirinya Kabupaten Magetan dalam upaya pelestarian dan pengembangannya
banyak mengalami hambatan dan kendala diantaranya adalah kurangnya sosialisasi
tentang kapan pelaksanaan upacara, yang dihitung berdasarkan penanggalan Jawa,
dan jadwal pelaksanaan yang cenderung bertepatan dengan hari aktif. Selain itu,
Hal ini kian diperparah dengan tidak adanya pendataan secara akurat dari Dinas
Pariwisata atau pihak terkait dalam hal pengembangan peringatan HUT berdirinya
Kabupaten Magetan
3. Peranan Dinas Pariwisata Magetan dalam
Pengembangan Peringatan HUT Sejarah Berdirinya Kabupaten Magetan
Sejalan
dengan program Dinas Pariwisata dalam meningkatkan pendapatan asli daerah dari
sektor pariwisata, dan memperluas lapangan kerja dari Peringatan HUT Sejarah
Berdirinya Kabupaten Magetan maka Dinas Pariwisata Kabupaten Magetan turut
serta dalam pengembangan tradisi Peringatan HUT Sejarah Berdirinya Kabupaten Mageta
dengan cara :
v Meninjau dan memberikan fasilitas untuk
kelancaran pelaksanaan Peringatan HUT Sejarah Berdirinya Kabupaten Magetan
v Menanggung sekitar 50% dana yang dibutuhkan
dalam persiapan dan pelaksanaan Peringatan HUT Sejarah Berdirinya Kabupaten
Mageta.
v Mengadakan promosi mengenai tradisi Gebyar
Labuhan Sarangan melalui brosur atau buku katalog yang berisi informasi umum
dan foto-foto pelaksanaan upacara.
v Mengadakan kerjasama dengan pihak-pihak
tertentu yang sekiranya dapat membantu lancarnya acara Peringatan HUT Sejarah
Berdirinya Kabupaten Mageta.
BAB
IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan
hasil analisis sintesis yang telah dilakukan mengenai upacara adat Gebyar
Labuhan Sarangan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
v Sejarah berdirinya Kabupaten Magetan
mempunyai arti dan nilai-nilai penting bagi Kabupaten Magetan dan Indonesia.
v Untuk menambah kepedulian dan rasa
nasionalisme bagi masyarakat Kabupaten Magetan perlu adanya sosialisasi
mengenai pentingnya menjaga dan melestarikan kebudayaan daerah.
v Banyak kendala yang dihadapi dalam
mengembangkan rasa nasionalisme pada generasi muda terhadap tradisi Kabupaten
Magetan.
v Dinas Pariwisata sangat berperan penting
dalam mengembangkan rasa nasionalisme kepada generasi muda kabupaten Magetan
dan melestarikan budaya lokal Kabupaten Magetan.
B. SARAN
Setiap
hasil karya tidak ada yang sempurna dan pasti mempunyai beberapa kekurangan.
Adapun saran-saran untuk kemajuan tulisan yang telah dibuat oleh penulis adalah
sebagai berikut :
v
Agar mendapatkan hasil yang maksimal, setelah melakukan observasi dari suatu
tempat penulis harus memeriksa kembali apakah data-data yang dibutuhkan sudah
cukup.
v
Agar dalam penyampaian tulisan dapat dipahami dengan mudah maka penulis perlu
menjelaskan setiap bahan observasi secara terperinci.
v
Perlu adanya perhatian dari pemerintah untuk menambah pengetahuan dan rasa
nasionalisme masyarakat, serta meningkatkan upaya pelestarian dan penjagaan
terhadap upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan.
v
Perlu adanya semangat dan kemauan bagi masyarakat Kabupaten Magetan khususnya
generasi muda untuk memiliki rasa cinta tanah air (nasionalisme) terhadap
budaya dan tradisi daerah.
DAFTAR
PUSTAKA
LITERATUR
BUKU :
Pemerintah
Daerah Kabupaten Magetan , 1987, Apa dan Siapa Magetan
Kuntowijoyo,
2003, Metodologi Sejarah, Yogyakarta, PT Tiara Wacana
Sugeng
Priyadi, 2012, Metode Penelitian Pendidikan Sejarah, Yogyakarta, Ombak
Daliman,
2012, Metode Penelitian Sejarah, Yogyakarta, Ombak
Helius
Sjamsudin, 2012, Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Ombak
Taufik
Abdullah, 1985, Sejarah Lokal, Yogyakarta, Gajah Mada University Press,
Taufik
Abdullah, 1987, Sejarah Dan Masyarakat Lintasan Historis Islam di Indonesia,
Jakarta, Yayasan Obor Indonesia
Suhartono
W. Pranoto, 2010, Teori Dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Graha Ilmu
Soejatmoko
dkk, 1995, Historiografi Indonesia Sebuah Pengantar, Jakarta, PT Gramedia
Sugeng
Priyadi, 2012, Sejarah Lokal Konsep Metode Dan Tantangannya, Yogyakarta ,
Ombak,
LITERATUR INTERNET :
http://www.kabupatenmagetan.com/2012/07/sejarah-berdirinya-kabupaten-magetan.html
http://www.kabupatenmagetan.com/2012/07/sejarah-berdirinya-kabupaten-magetan.html
http://magetankab.bps.go.id/index.php/tentang-daerah/sejarah-daerah
http://www.antarajatim.com/lihat/berita/93087/melihat-daya-tarik-masjid-tiban-peninggalan-mataram
http://hendhialfian.blogspot.com/2011/11/sejarah-berdirinya-kabupaten-magetan.html
http://komenters.wordpress.com/2012/03/30/sejarah-kabupaten-kota-magetan/
http://www.magetankab.go.id/html/?q=node/164
http://orekorekdulur.blogspot.com/2011/05/latar-belakang-berdirinya-kabupaten.html
http://www.kabupatenmagetan.com/2013/01/Magetan-dimanakah-letaknya-Kabupaten-Magetan.html
http://www.bisosial.com/2012/05/pengertian-nasionalisme-menurut-para.html
[1]
http://www.kabupatenmagetan.com/2013/01/Magetan-dimanakah-letaknya-Kabupaten-Magetan.html
[2]
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta, PT Tiara Wacana, 2003, hal. 135
[3]
Sugeng Priyadi, Metode Penelitian Pendidikan Sejarah, Yogyakarta, Ombak, 2012,
hal. 83
[4]
Daliman, Metode Penelitian Sejarah, Yogyakarta, 2012, Ombak, hal. 10
[5]
Taufik Abdullah, Sejarah Lokal di Indonesia, Yogyakarta, Gajah Mada University
Press, 1985, hal. 14
[6]
Sugeng Priyadi, Sejarah Lokal, Yogyakarta, Ombak, 2012, hal. 161
[7]
Pemda Magetan, Apa dan Siapa Magetan, Magetan, 1985, hal 33
[8]
http://www.kabupatenmagetan.com/2012/07/sejarah-berdirinya-kabupaten-magetan.html
[9]
Soejatmoko dkk, Historiografi Indonesia Sebuah Pengantar, Jakarta, PT Gramedia,
1995, hal. 8
[10]
Muchlas Samani, Pendidikan Karakter, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2011, hal.
30
[11]
Asmaun Sahlan, Desain Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter, Jogyakarta,
Arus Media, 2012, hal. 40
[12]
http://www.bisosial.com/2012/05/pengertian-nasionalisme-menurut-para.html
[13]
Helius Sjamsudin, Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Ombak, 2012, hal. 124
[14]
Pemda Magetan, op cit. Hal. 36
[15]
http://orekorekdulur.blogspot.com/2011/05/latar-belakang-berdirinya-kabupaten.html
[16]
Suhartono, Sejarah Dan Masyarakat Indonesia, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia,
1987, hal. 6
[17]
Suhartono, Ibid. 7
Share
this:
Twitter
Facebook
Like
this:
Leave
a Reply
Post
navigation
«
»
BLOG
AT WORDPRESS.COM. | THE PACHYDERM THEME. Follow
Follow
“tutiksulastri720”
Get
every new post delivered to your Inbox.
Powered
by WordPress.com
No comments:
Post a Comment